by Ngurah Blue
Para sahabatku sepenekun dan sependamba,
saya masih ingat ketika Sdr. Suman sempat melontarkan paparannya tentang objek "suara dan cahaya" pada kesempatan terdahulu [11:02 21/12/99] sebagai berikut ini:
Mengenai suara memang terdapat dalam berbagai agama dan kepercayaan.
Hinduisme sering menggunakan lonceng dan terompet serta bunyi-bunyian
lainnya dalam upacara keagamaan mereka. Islam menggunakan beduk dan
loudspeaker dalam mengumandangkan Keangungan Illahi. Buddhisme
menggunakan lonceng, terompet, lentingan, ketokan, tabuhan, dll untuk
mengimbangi pembacaan berbagai mantra dan sutra. Katolik juga tidak
ketinggalan menggunakan lonceng gereja dalam memulai sidang doa. Kristen sering mengimbangi dengan nyanyian yang dilatar-belakangi dengan suara piano. Demikian juga dengan ajaran Taoisme yang menggunakan berbagai bunyian termasuk genderang, terompet dan tetabuhan. Confuciusme juga tidak ketinggalan menggunakan genta dalam upacara kebhaktian mereka. Bahkan kalau dalam Buddhisme khususnya dalam aliran Mahayana dan Tantrayana, terdapat bunyi-bunyian lonceng untuk menghantar roh yang meninggal menuju tingkat kesadaran (surga) yang lebih tinggi.
Masih terkait dengan suara sebagai objek meditasi, saya hadirkan sebuah metode yang disebut metode Kuan Yin, yang disuntingkan dari karya Dr. C.T. Shen yang diberi judul "Pencerahan Bodhisattva Avalokiteshvara", sebagai berikut:
Untuk memulai pembahasan metode Kuan Yin tentang pengembangan kesadaran, pertama-tama akan saya sajikan terjemahan, bahagian dari Shurangama-Sutra, dimana Bodhisattva Avalokitershvara menjelaskan teknik meditasinya kepada Sang Buddha:
Mula-mula aku (memusatkan) pada kesadaran pendengaran, membiarkan bunyi-bunyi yang menyentuh (telinga) berlalu dan demikianlah objek-objek pendengaran hilang dan lenyap.
Kemudian, karena kontak telinga dan objek pendengaran tidak mengahasilkan pengaruh apapun, pikiran tetap dalam keadaan jernih dan fenomena gerakan maupun ketenangan tidak lagi terjadi.
Pencerapan meditasipun lambat laun menjadi semakin dalam; akhirnya perbedaan antara kesadaran pendengaran dan objek kesadaran pendengaran tidak lagi ada.
Meskipun tidak ada pengalaman akan kesadaran pendengaran, pencerapan meditasi tidak berhenti. Kemudian seluruh kesadaran dan objek kesadaran menjadi kosong.
Kesadaran kekosongan berkembang tanpa batas; kemudian kekosongan dan apa yang kosong menjadi padam.
Karena semua yang muncul dan yang lenyap telah berhenti, ketenangan menjadi terwujud. Tiba-tiba setelah melampaui keduniaan dan di luar keduniaan, muncul kilauan yang tidak terpencar di sepuluh penjuru.
Ini sebagai bukti bahwa metode Kuan Yin berdasarkan proses pendengaran. Terkait dengan teknik ini, kita diharapkan memiliki pengertian yang jelas tentang lima istilah berikut:
Aku,
Sifat pendengaran,
Kesadaran pendengaran,
Mendengar, dan
Bunyi.
Kelima istilah di atas berhubungan dengan Lima Tingkat Kesadaran yang menipu; dimana yang terkasar dan terlemah adalah bunyi, sedangkan yang terhalus dan terkuat adalah Aku. Yang terakhir inilah yang tersulit dikikis. Pada umumnya kita cenderung mengacaukan antara bunyi, mendengar, kesadaran mendengar dan sifat mendengar; padahal sebetulnya ada beberapa perbedaan yang penting dan mendasar.
Kuan Yin memulai pengembangan kesadarannya dengan mengenali perbedaan itu. Beliau berlatih meditasi dekat laut. Setiap pagi, bangun tidur ketika segala sesuatu masih tenang, Beliau mendengar bunyi pasang-surut dari jauh, memecah kesunyian. Beberapa saat setelah bunyi tersebut menghilang, Beliaupun kembali mendengar kesunyian. Demikian bunyi pasang-surut datang dan berlalu.
Kuan Yin mengamati dengan seksama datang dan berlalunya bunyi pasang-surut dan menemukan bahwasanya mereka adalah dua objek yang terpisah, dimana Beliau tak dapat mendengarkannya secara bersamaan. Ketika bunyi itu muncul, kesunyian lenyap. Sebaliknya ketika bunyi itu lenyap, maka kesunyianlah yang muncul.
Meski demikian keduanya mempunyai kesamaan yakni:
keduanya muncul dan lenyap,
keduanya tidak tetap.
Akan tetapi tidak demikian halnya dengan sifat halus dari 'pendengaran' itu sendiri; ia selalu ada. Sifat 'mendengar' memudahkannya untuk mendengarkan 'bunyi' pasang-surut yang baru muncul, tetapi itu tidak akan berlalu ketika pasang-surut (objek) lenyap; karena kesunyianlah yang terdengar.
Bila sifat 'mendengar' terpisah dengan 'pasang-surut' (objek pendengaran), maka Beliau tak akan mendengar baik kesunyian maupun pasang-surut berikutnya. Demikianlah meskipun 'bunyi' muncul dan berlalu, sifat 'mendengar' tak terpengaruhi atau berubah karenanya.
Nah......dari uraian di atas, ada satu hal yang saya garis bawahi di sini adalah 'mengamati dengan cermat dalam penuh kesadaran'. Bahkan saya melihat bahwa metode ini justru berbasis kuat pada aktivitas batin tersebut. Aktivitas ini melahirkan kemampuan untuk memilah-milah antara: kesadaran pengamatan, yang diamati, proses pengamatan serta hasil amatan; dimana Aku-lah sebagai subjek atau Si Pengamatnya.
Semoga tulisan ini ada manfaatnya bagi sahabat sekalian dalam berlatih. Sekurangnya, ia menambah wawasan kita seputar metode-metode yang telah teruji dalam melahirkan pencerahan demi pencerahan. Selamat berlatih dengan tekun !
Shanti citta,
anatta-bali
0 comments:
Post a Comment